kader SAPA: Menolong Bayi Lahir Tanpa Biaya
Sri Rahayu, dia adalah seorang Kader Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) yang tinggal di Pulo Ara Kecamatan Juang Kabupaten Bireuen, Aceh. Namanya sangatlah familiar di kalangan anak-anak. Saat ini selain kader SAPA, jabatan yang diembannya adalah anggota Tuha Peuet Gampong (TPG) sekaligus merangkap sebagai Bidan Desa. Sosoknya sangat peduli dan menyanyangi anak-anak. Kedekatannya dengan anak orang lain seperti menyanyangi anaknya sendiri.Jabatan yang saat ini menjadi tanggungjawabnya selalu dimanfaatkan untuk hal-hal berdampak positif bagi anak. Advokasi anggaran gampong yang berspektif perlindungan anak terus diupayakan. Salah satu anggaran yang berhasil diadvokasi pada saat musrembang adalah anggaran untuk Posyandu selama setahun yang berjumlah Rp 53.000.000,- Awalnya sempat mendapatkan penolakan dari aparatur gampong, karena menganggap tidak perlu terlalu besar biaya untuk Posyandu dan alasan lainnya. Tapi Sri Rahayu mencoba menyakinkan bahwa Posyandu menjadi bagian penting untuk mencegah anak dari stunting, dengan posyandu dapat mencukupkan gizi bagi ibu dan bayi yang masih dalam kandungan.
Strategi advokasi yang dilakukan lebih kepada bukti sehingga mampu menyakinkan aparatur gampong lain bahwa yang ia lakukan merupakan sesuatu yang sangat esensial dan memiliki pengaruh besar terhadap anak. Advokasi lainnya yang mulai dirasakan manfaatnya oleh anak yaitu pengadaan tempat bermain bagi anak dengan Total biaya Rp 4.000.000,- Saat ini tempat bermain tersebut menjadi salah satu tempat favorit bagi anak-anak. Bahkan karena tempat bermainnya terletak di pekarangan Meunasah (Tempat Shalat) dan sering diadakan Posyandu sehingga memotivasi anak untuk mengikuti kegiatan Posyandu sembari bermain di tempat bermain yang telah disediakan. “di tempat bermain itu ada plosotan, mandi bola, ayunan, alat cat mainan, sehinga menjadi tempat bersukaria bagi anak”. Ungkap Kader SAPA yang sering dipanggil Ibu Ayu.
Kepeduliannya kepada anak mampu melahirkan kreatifitas, ide-ide yang brillian dan inovasi yang beragam. Ide yang sangat fenomenal dikembangkan adalah mengajak kolaborasi dengan pemberi layanan perlindungan anak di antaranya adalah dengan Dinas Sosial Kabupaten Bireuen, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong dan Perlindungan Keluarga Berencana (DPMGPKB). Menurutnya, “Beberapa bayi memang ada yang bermasalah, karena ibunya hamil di luar nikah. Misalnya orang tua bayi tidak merasa aman untuk kembali ke rumah, karena orangtua si ibu dari bayi tersebut tidak mengetahui ia sedang hamil. Solusinya, ya member itahukan kepada orang DPMGPKP dan mereka yang mendatangi Polindes untuk menjemput bayi tersebut agar dapat dibawa ke rumah aman, biar jangan sampai terjadi anak terlantar atau ibunya membuang bayi”.
Rasa simpati dan perhatian kepada ibu si Bayi ditunjukkan dengan tidak mendalami secara lebih luas dengan siapa orangtua si bayi tersebut. Ia lebih memilih diam daripada bertanya siapa yang menjadi ayah bayi tersebut, karena jika ditanyakan secara lebih jauh dapat mempengaruhi psikologi dan perilaku dari ibu bayi dan stress sehingga turut berdampak pada anak yang masih dalam kandungan. Bahkan sosok Kader SAPA ini juga sering tidak mengambil biaya terhadap anak yang lahir di luar nikah. “Saya sebagai Bidan Desa, sering membantu anak-anak yang lahir di luar nikah. Pertolongan yang saya berikan kepada bayi tersebut tanpa saya pungut biaya siribee perak (seribu rupiah).
Program lainnya yang pernah dibuat oleh Tuha Peuet ini yang turut memikat hati para anak-ana adalah dengan mengadakan sunnat massal bagi anak fakir dan miskin. Kegiatan ini dilakukan dengan ikhlas guna membantu anak-anak yatim. Untuk kegiatan ini memang tidak ada anggaran, tapi saya berinisiatif menggalang anggaran dari kawan-kawan untuk membantu, dan juga meminta kepada Dokter untuk diberikan dengan harga yang murah”, Alhamdulillah waktu sunnat dilakukan, karena anak-anak senang dengan dan dekat dengan saya memanggil ‘bu Ayu, kesini pegang kami’. Ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi saya. Kemudian setelah sembuh anak-anak panggil ‘bu Ayu, kami sudah sembuh’.